Pemanasan Global Rusak Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem produktif di pesisir, selain
bakau dan lamun. Indonesia memiliki 85.000 kilometer persegi ekosistem
terumbu karang dan representasi dari 14 persen terumbu karang dunia.
Namun, di Indonesia hanya kurang dari 7 persen yang kondisinya sangat
bagus. Berbagai faktor ditengarai sebagai penyebab turunnya kualitas
terumbu karang, seperti pencemaran, pengeboman, pemakaian sianida, dan
perubahan iklim, termasuk pemanasan global.
Terumbu
karang Goniopora sp dengan jenis pertumbuhan submasif dikelilingi
ikan-ikan indikator di di perairan Pulau Pisang Gadang, Kota Padang,
Sumatera Barat, Sabtu (26/5). Tutupan terumbu karang baru mulai terlihat
di kawasan perairan itu sekitar tiga tahun terakhir (Foto: KOMPAS/INGKI
RINALDI).
Pemanasan global yang ditandai dengan peningkatan suhu permukaan air
laut memberikan dampak pada ekosistem terumbu karang, seperti terjadinya
pemutihan karang. Hal itu merupakan proses di mana karang kehilangan
simbionnya yang berupa zooxanthela (alga endosimbion), terutama dari
genus Symbiodinium yang memberikan warna pada permukaan karang. Alga
simbion ini berperan penting dalam ekosistem terumbu karang. Simbion
menyediakan hampir semua kebutuhan energi karang yang berasal dari
proses fotosintesis berupa karbon. Pemutihan karang diyakini sebagai
mekanisme normal karang sebagai respons terhadap perubahan lingkungan
dan mempertahankan eksistensinya. Alga simbion lepas dari inang karang
secara temporer dan terjadi perubahan komposisi alga simbion. Dalam
konsep coral holobionts, yakni inang karang dan mikroorganisme yang
berasosiasi dengannya, dikenal istilah adaptive bleaching hypothesis.
Dalam hipotesis ini, ada hubungan dinamika antara karang dan
Symbiodinium pada kondisi lingkungan berbeda untuk memilih alga simbion
menguntungkan.
Isu pemanasan global, di mana rata-rata suhu global meningkat 0,6 ±
0,2 derajat celsius dan diprediksi akan meningkat 1,5-4,5 derajat
celsius pada abad ini, merupakan ancaman bagi ekosistem terumbu karang.
Menurut Rosenberg dan Ben Haim (2002), beberapa penyakit karang
merupakan hasil ekspresi gen-gen penyebab penyakit karang yang dipicu
kenaikan suhu air laut.
Beberapa jenis penyakit karang yang menyerang karang, antara lain,
pemutihan karang Oculina patagonica, aspergilosis yang menyerang
Gorgonia ventalina, white band yang menyerang karang Acropora
cervicornis, pelak putih yang menyerang Diploria strigosa dan Favia
favius, cacar putih pada Acropora palmata, yellow blotch disease pada
Monastraea faveolata, serta black band pada Diploria strigosa.
Suhu air laut
Peningkatan suhu air laut merupakan faktor utama dalam peningkatan
ancaman penyakit karang. Pada pemutihan karang yang menyerang
Pocillopora damicornis yang terinfeksi bakteri Vibrio coralliilytycus,
karang akan mengalami pemutihan ketika suhu air laut 24-26 derajat
celsius, dan Symbiodinium akan mengalami lisis ketika suhu air laut
27-29 derajat celsius yang mengakibatkan kematian karang. Pada suhu di
bawah 22 derajat celsius infeksi tidak terjadi.
Beberapa tahap dalam proses infeksi karang, seperti adhesi patogen
pada permukaan karang, ketahanan hidup patogen dalam jaringan karang dan
produksi toksin merupakan proses yang bergantung pada kenaikan suhu.
Pada kasus infeksi yang menyebabkan pemutihan pada karang Oculina
patagonica yang disebabkan oleh bakteri Vibrio shiloi, kenaikan suhu
yang mendekati 30 derajat celsius menyebabkan patogen ini memasuki
status viable but nonculturable. Hal ini merupakan keadaan di mana
patogen kehilangan kemampuan untuk menghasilkan koloni pada media agar
yang biasa digunakan untuk menumbuhkan.
Implikasinya, kita tidak akan mampu mengisolasi patogen yang
diperlukan untuk mengidentifikasi dan menguji dalam menentukan agen
penyebab penyakit. Karena itu, pemanasan global merupakan ancaman nyata
yang menyebabkan penyakit karang.
Mikroorganisme
Ancaman lain berkaitan dengan penyakit karang adalah fakta di mana
penyakit karang tidak lagi didominasi bakteri/jamur tunggal, seperti
aspergilosis oleh jamur Aspergillus sydowii atau pelak putih oleh
Aurantimonas coralicida, tetapi disebabkan oleh konsorsium
mikroorganisme, seperti pada kasus black band.
Dalam penelitian terkini tentang agen penyebab penyakit pada white
band di Perairan Tanjung Gelam, Kepulauan Karimunjawa, Hakim dan
kawan-kawan (2012) membuktikan, penyakit white band yang menyerang
karang Acropora humilis dan Acropora tortousa disebabkan oleh konsorsium
bakteri yang terdiri dari genus Vibrio, Pseudoalteromonas, dan
Bacillus.
Konsorsium patogen ini menyebabkan tipe penyakit white band yang
berbeda pada A humilis dan A tortousa. Tipe I ditandai dengan infeksi
yang dimulai dari bagian bawah karang yang diuji pada A humilis dan tipe
II yang ditandai dengan infeksi yang dimulai dari bagian tengah
percabangan ke arah ujung koloni pada A tortousa.
Fakta lain berkaitan dengan penyakit karang adalah perbedaan
pemutihan karang. Pemutihan yang hanya dipicu oleh kenaikan suhu
ditandai dengan pemutihan massal. Adapun pada penyakit karang, pemutihan
bersifat lokal.
Sangat mungkin pada karang yang sama dan hidup berdampingan, yang
satu terkena infeksi, tetapi karang di sebelahnya bebas dari serangan
patogen penyebab penyakit.
Coral probiotic hypothesis dipercaya sebagai jawaban atas fenomena
ini. Hampir mirip dengan adaptive bleaching hypothesis, hipotesis coral
probiotic memungkinkan inang koral mengubah komposisi mikroorganisme
yang berasosiasi dengannya. Dengan demikian dapat beradaptasi dengan
ancaman penyakit karang dan kenaikan suhu air laut.
Pengetahuan berkaitan dengan penyakit karang yang dikaitkan dengan
pemanasan global dan agen-agen penyebabnya sangat diperlukan dalam
manajemen penyakit karang. Hal itu terutama berkaitan dengan penyebaran
penyakit karang.